KONSEP AL-QUR’AN TENTANG ALAM

I. PENDAHULUAN

Alam semesta merupakan segala yang ada di langit dan bumi, atau keseluruhan alam baik itu alam fisik maupun non fisik, al-samawat wal ardh wa ma bainahuma (sesuatu yang ada di langit dan di bumi serta segala yang ada di antara keduanya). Di dalamnya terdapat fenomena-fenomena alam yang sangat menarik apabila dibahas, mulai dari bagaimana alam ini bisa muncul, kejadian-kejadian yang ada, sampai rahasia apa di balik semuanya itu. Tentu dalam memahami alam tidak terlepas dari ayat-ayat al-Qur’an yang kemudian ditafsirkan berdasarkan keimanan mengenai ayat itu dan pembuktian real melalui akal pikiran manusia.
II. SISTEMATIKA PEMBAHASAN

Dalam makalah ini akan dibahas mengenai alam dengan sistematika sebagai berikut

1. Ayat-ayat tentang penciptaan alam

2. Proses terbentuknya alam semesta

3. Potensi dan karakter alam

4. Ayat-ayat al-Qur’an tentang gejala-gejala alam

5. Manfaat alam bagi kehidupan manusia

III. PEMBAHASAN

A. Ayat-ayat tentang Penciptaan Alam

Pembicaraan al-Qur’an tentang alam semesta ditemukan dalam ayat-ayat-Nya yang tergelar dalam beberapa surat. Namun, ayat-ayat yang menjelaskan tentang alam ini masih bersifat garis besar atau prinsip-prinsip dasarnya saja, karena al-Qur’an bukan buku-buku ilmu pengetahuan umumnya yang menguraikan penciptaan alam semesta secara sistematis. Walaupun demikian, ayat yang secara jelas mengenai penciptaan alam dapat dilihat dalam surat al-Baqarah ayat 117, yang berbunyi, “Allah pencipta langit dan bumi, dan bila Dia berkehendak (untuk menciptakan) sesuatu, maka (cukuplah) Dia hanya mengucapkan kepadanya “jadilah” lalu jadilah ia”. Allah pemilik mutlak dari alam semesta dan penguasa alam yang tidak dapat disangkal di samping pemeliharaanya yang maha pengasih. Karena kekuasaanya bila Ia hendak menciptakan bumi dan langit, Dia hanya mengatakan “jadilah”.[1] Dan ayat-ayat lain tentang kejadian alam telah ditafsirkan melalui filsafat sains dan agama.

Ayat-ayat al-Qur’an mengenai penciptaan alam di antaranya adalah dalam surat Hud ayat 7 :

“Dan Dia-lah yang menciptakan ruang alam (al-sama’) dan materi (al-ardh) dalam enam tahapan atau periode, dan singgasana-Nya (sebelum itu) di atas zat air (al-ma’), agar Dia menguji siapakah di antara kamu yang lebih baik amalnnya, dan jika kamu berkata (kepada penduduk Mekkah) : “sesungguhnya kamu akan dibangkitkan sesudah mati,” niscaya orang-orang yang kafir itu akan berkata : “ini tidak lain hanyalah sihir yang nyata.”

Ayat di atas mengungkapkan bahwa penciptaan alam semesta selama enam masa tahapan atau periode dan Arsy Allah ketika berlangsungnya proses penciptaannya di atas air atau sop kosmon (al-ma’). Singgasanya merupakan kinayah atau kiasan, karena untuk melukiskan Allah seperti halnya raja-raja atau penguasa di dunia yang mempunyai singgasana merupakan sikap yang tidak dapat ditoliler Islam.[2] Namun bila dilihat dalam literatur lain, mengenai apa itu arsy tentu muncul berbagai perdebatan yang sangat signifikan. Pertama, menurut Rasyid Ridho dalam tafsir al-Manar menjelaskan bahwa arsy merupakan “pusat pengendalian segala persoalan mahluk-Nya di alam semesta”. Penjelasan ini berdasarkan pada Surat Yunus ayat 3, “Kemudian Dia bersemayam di atas arsy (singgasana) untuk mengatur segala urusan”. Kedua, Jalaluddin as-Suyuti (pengarang tafsir ad-Durr al-Mantsur fi tafsir bi al-Ma’tsur) menjelasakan, arsy itu melekat pada kursi yang mana para malaikat berada di tengah-tengah kursi tersebut dan dikelilingi oleh empat buah sungai. Sungai pertama berisi cahaya yang berkilauan, sungai yang kedua bermuatan salju putih, ketiga sungai yang penuh berisi air, dan keempat berisi api yang menyala kemerahan. Sedangkan menurut Abu asy-Syaih mengatakan arsy diciptakan dari permata zamrud hijau, sedangkan tiang-tiang penopangnya dari permata yakut merah.

Kata al-sama’ yang lazim diartikan dengan langit, harus dipahami sebagai ruang alam yang di dalamnya terdapat galaksi-galaksi, bintang-bintang, dan lainnya, berputar mengelilingi sumbunya dan pada dinding-dindingnya menempel bintang-bintang. Sedangkan kata al-ardh yang biasa diartikan bumi harus dipahami dengan materi, yakni bakal bumi yang sudah ada sesaat setelah Allah menciptakan jagad raya. Karena menurut penelitian ilmuwan, bumi baru terbentuk sekitar 4,5 milyar tahun yang lalu di sekitar matahari, dan tanah bumi baru terjadi sekitar 3 milyar tahun yang lalu sebagai kerak di atas magma.

Ayat yang kedua mengenai penciptaan alam juga tercatat dalam surat al-Anbiya’ ayat 30 :

“Dan apakah orang-orang kafir tidak menetahui bahwasannya ruang alam dan materi (al-ardh) itu keduanya dahulu adalah sesuatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air (al-ma’) Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada beriman juga. ”[3]

Dalam surat ini disebutkan informasi bahwa dahulu ruang alam (al-sama’) dan materi (al-ardh) adalah menyatu sebelum dipisahkan, dan kemudian dijelaskan pula tentang air yang daripadanya dijadikan segala sesuatu yang hidup.

B. Proses Terbentuknya Alam Semesta

Menurut ahli astronomi, alam semesta bermula dari kumpulan-kumpulan nebula raksasa (kabut gas). Adanya nebula ini bukan hanya mungkin, tetapi itu sangat mungkin ada.bintang-bintang terdiri dari berbagai usia, beberapa di antaranya masih dalam bentuk dasar nebula. Sementara usia bintang lain yang telah demikian tua, umumnya bintang itu gelap yang biasa disebut bintang “mati” guna membedakan dengan bintang yang lain yang masih mengeluarkan cahaya. Matahari sendiri pertama kalinya berupa nebula yang sekarang telah mendekatkan usia pertengahan. Dalam penelitian menyebutkan bahwa titik-titik hitam pada matahari yang biasa disebut bagian matahari yang sudah tidak lagi mengeluarkan pancaran panas (mati) semakin lama semakin bertambah. Jika ini terus berlangsung, tentu tidak menutup kemungkinan suatu saat matahari juga tidak akan berfungsi alias menjadi bintang mati. Sedangkan bulan dianggap mati dalam ukuran yang sangat kecil. Karena cahaya yang dipancarkan merupakan hasil pemantulan dari cahaya matahari. Yang terpenting, dan tidak diragukan lagi bahwa sistem tata surya ini dahulunya adalah merupakan massa gas. Di dalam al-Qur’an juga menyebutkan tentang hal ini, yang artinya berbunyi :

“lalu Dia memfokuskan kehendak-Nya ke arah ini (langit) sedangkan langit itu berupa gas. Kemudian berfirman kepada langit dan bumi :”datanglah kamu bedua baik secara sukarela maupun dengan terpaksa”. Mereka menjawab : “Kami berdua datang dengan sukarela”. Kemudian Dia mengatur (menetapkan) langit ke dalam tujuh bagian langit yang masing-masing memiliki dua periode (siang dan malam) dan pada setiap bagian ini Dia bebankan tugas khusus dan Kami hiasi ruang angkasa dari bumi ini dengan lampu-lampu serta sebuah perlindungan (pemeliharaan). Demikian ini merupakan ketentuan dari Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.”[4]

Proses selanjutnya adalah adanya keterkaitan antara planet-planet dan bumi yang pada saat itu merupakan suatu benda dan kemudian mereka dipisah, lalu dengan air awal munculnya kehidupan. Ini telah disebutkan tadi dalam surat al-Anbiya’ ayat 30. Dalam memahami ayat ini tentu diperlukan konsep sains, setelah adanya pemisahan alam semesta dijelaskan bahwa mulanya terjadi pendinginan bumi dan benda langit yang lain secara bertahap serta terjadinya kehidupan hanya ketika gerak telah mencapai suhu-suhu air. Sehingga kehidupan mulanya berasal dari air. Dalam versi lain menyebutkan bahwa alam semesta tercipta dalam kurun waktu enam masa, ini mengambil rujukan dari surat Yunus ayat 3 dengan menggabungkan antara teori sekuler dan teori agama :

Pertama, masa ledakan besar (bigbang) yang pada mulanya langit dan bumi serta benda-benda langit lainnya menyatu kemudian terpisah. Ledakan hakikatnya adalah pengembangan ruang yang dalam al-Qur’an disebutkan bahwa Allah kuasa meluaskan langit

“Dan langit Kami bangun dengan kekuasaan (Kami), dan Kami benar-benar meluaskannya.” (S. adz-Dzariyat : 47).

Kedua, masa pembentukan bintang-bintang yang terus berlangsung, yang dalam al-Qur’an disebut penyempurnaan langit. Termaktub dalam surat an-Nazi’at ayat 28 :

Dia telah meninggikan bangunan-Nya (langit) lalu menyempurnakannya.”

Masa ketiga dan keempat, matahari mulai dipancarkan cahayanya. Dan kemudian diteruskan dengan pemadatan bumi

“Dan Dia menjadikan malamnya (gelap gulita) dan menjadikan siangnya (terang benderang). Dan setelah itu bumi Dia hamparkan.” (S. an-Nazi’at : 29-30).

Proses geologis yang menyebabkan lahirnya rantai pegunungan, adanya tumbuh-tumbuhan, hewan merupakan masa kelima dan keenam dalam penciptaan alam.

“Dan Dia pancarkan mata air dan (ditumbuhkan) tumbuh-tumbuhannya. Dan gunung-gunung Dia pancangkan dengan teguh. (Semua itu) untuk kesenanganmu dan untuk hewan-hewan ternakmu.” (S. An-Nazi’at : 31-33).

C. Potensi dan Karakter Alam

Sejarah bumi semenjak kerak bumi bagin luar mulai bergumpal dan perlahan-lahan mengeras dari bentuk cairan seperti bagian dalamnya adalah tidak lain dari serentetan revolusi hebat yang terjadi pada keraknya secara terus-menerus, dan sering kali mengakibatkan banjir besar, menutupi wilayah yang luas di semua penjuru dari daratan zaman purba. Rahasia di balik terjadinya banjir, ataupun sifat unsur-unsur yang menyebabkan goyahnya tanah dan meluapnya air lalu mengendap, adalah satu contoh kecil karakter alam yang terjadi secara alami. Hakikatnya kerak bumi yang keras itu adalah neraca yang halus lagi peka, akan tetapi sangat rumit. Setiap tempat di muka bumi yang tak lain dari piringan neraca, dengan cermat berada dalam keadaan setimbang dengan tempat-tempat yang berdekatan. Jika karena suatu sebab beban di salah satu piringannya berubah, maka piring yang satu ini akan terpengaruh, demikian pula halnya dengan piring lainnya. Ketidakseimbangan ini akan berlanjut terus sampai beratnya cocok kembali, dan timbangannya akan berada lagi dalam posisi yang normal.[5]

Sebetulnya semua bagian kerak bumi seimbang dengan bagian-bagian yang lain dan berdekatan. Jika beberapa bagian permukaan mempunyai gunung-gunung yang tinggi dan besar, maka bagian yang berbatasan dengannya berbentuk kawasan yang rendah dan dalam. Gunung-gunung berada ditempatnya tiada lain untuk memelihara keseimbangan bumi, dan inilah sebenarnya yang dimaksudkan oleh ayat-ayat al-Qur’an. Misalnya dalam surat Qaf ayat 7 dan al-Murrsalat ayat 27 :

“Dan Kami hamparkan bumi itu dan Kami letakkan padanya gunung-gunung yang kokoh”. (S. Qaf : 7)

“Dan Kami jadikan padanya gunung-gunung yang tinggi dan Kami beri minum kamu dengan air yang tawar”. (S. al-Mursalat : 27)

Akan tetapi kondisi dalam bumi maupun kondisi luar bumi kedua-duanya mempengaruhi keadaan gunung. Kedua kondisi itu tidak membiarkan keseimbangan tersebut tetap diam dan tak bergerak. Perut bumi yang cair dilanda oleh arus yang menyebabkan perut bumi bergerak, betapapun lambatnya arus tersebut. Air itu adalah laut. Dengan berlalunya waktu, bagian lekuk yang menjadi dasar laut yang demikian itu menjadi tempat penampungan sedimen yang banyak dan pekat sebagai hasil dari faktor-faktor pengikisan yang dihanyutkan dari tempat yang lebih tinggi pada kerak bumi, seperrti gunung dan bukit.

Selain bumi, benda-benda angkasa lain juga mengalami perkembangan. Ilmuwan membuktikan benda-benda angkasa yang ada berkembang karena pengumpulan energi dan materi.

D. Ayat-ayat Al-Qur’an tentang Gejala-gejala Alam

Gejala-gejala alam yang biasa kita saksikan, telah diterangkan Allah SWT dalam kalamnya, misalnya :

“Atau seperti hujan lebat dari awan disertai gelap gulita, guruh, dan kilat”. (S. Al-Baqarah : 19).

Ayat ini menunjukkan bahwa awan yang menyebabkan hujan lebat adalah awan yang mencegah cahaya yang menembusnya. Hujan ini biasanya diikuti pula oleh guruh dan petir.[6]

1. Gelap mendahului terang

Dalam surat al-An’am ayat 1, disebutkan :

“Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan langit dan bumi, dan menjadikan gelap dan terang”.

Dalam surat al-An’am ini dijelaskan bahwa bumi memiliki dua waktu, yakni siang dan malam. Ini disebabkan adanya proses rotasi bumi yang terjadi selama 24 jam dalam satu putaran, menyebabkan bagian bumi yang terkena cahaya matahari mengalami waktu siang (terang) dan yang tidak terkena matahari mengalami waktu malam (gelap).

2. Bintang sebagai petunjuk jalan

Surat al-An’am ayat 97 :

“Dan Dai-lah yang menjadikan bintang-bintang bagimu, agar kamu menjadikannya penunjuk jalan dalam kegelapan di darat dan di laut”.

Ayat ini memperlihatkan bahwa bintang-bintang yang digunakan untuk mentukan arah di darat, dan bukan planet-planet. Ini digunakan oleh para musafir pada waktu dulu di padang pasir dan di tengah lautan sebagai petunjuk jalan. Karena perputaran bumi mengitari garis kelilingnya sekali dalam sehari, maka bintang-bintang kelihatan bergerak di angkasa dari timur ke barat. Beberapa di antaranya muncul dari segala arah di ufuk timur, kemudian bintang-bintang itu bergerak ke atas di angkasa hingga mencapai ketinggian maksimum pada waktu melewati khatulistiwa.

3. Badai laut

Badai sebagai salah satu gejala alam juga dijelaskan dalam al-Qur’an dalam surat an-Nur ayat 40 yang artinya berbunyi :

“Atau seperti gelap gulita di lautan yang dalam yang diliputi oleh ombak yang di atasnya ombak (pula), di atasnya (lagi) awan, gelap gulita yang tindih-bertindih, apabila ia mengeluarkan tangannya tiadalah dia dapat melihatnya, (dan) barang siapa yang tiada diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah tiadalah dia mempunyai cahaya sedikit pun”.[7]

Badai merupakan gejala alam yang luar biasa, berupa angin lebat terjadi di daerah laut disertai dengan gelapnya awan, yang dalam ayat tersebut dijelaskan apabila mengeluarkan tangan saja kita tidak bisa melihatnya.

E. Manfaat Alam bagi Kehidupan Manusia

Alam pada dasarnya adalah untuk kepentingan manusia. Dengan alam, manusia bisa bertempat tinggal, mencari makan, dan lain sebagainya, yang akhirnya dengan semua itu agar manusia dapat beribadah / menyembah kepada Allah (li ya’budun).

1. Tempat mencari makan

“Dan Kami ciptakan padanya gunung yang kokoh di atasnya. Dan kemudian Dia berkahi dan Dia tentukan makanan bagi (penghuni) nya dalam empat masa, memadahi untuk (memenuhi kebutuhan) mereka yang memerlukan.” (S. Fushilat : 10).

Dan juga pada ayat yang lain disebutkan :

“Dan Dialah yang menundukkan lautan (bagimu), agar kamu dapat menemukan daripadanya daging yang segar (ikan).

Kedua ayat ini menjelaskan bahwa alam, baik itu di darat maupun di laut adalah sebagai sumber pencari bahan makanan.

2. Sumber perhiasan

“Dan kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai.” (S. An-Nahl : 14).

Selain kedua manfaat itu masih banyak sekali manfaat-manfaat lain yang dapat kita temukan di sekitar kita, dan tidak mungkin sekali bisa disebutkan semuanya. Intinya, alam ini diciptakan oleh Allah guna memenuhi kebutuhan manusia.

IV. KESIMPULAN

Dari pemaparan makalah tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa alam semesta diciptakan melalui beberapa proses yang dalam al-Qur’an menyebutkan bahwasannya bumi, langit, dan seisinya terbentuk dalam enam masa. Di dalamnya terdapat fenomena atau gejala-gejala yang sangat luar biasa yang dapat kita saksikan. Dan ini semua diperuntukkan kepada menusia agar mereka mengetahui keagungan-keagungan-Nya dan supaya mereka menyembah kepada-Nya.

V. PENUTUP

Demikian makalah yang dapat kami sampaikan semoga dapat memberikan manfaat bagi kita semua. Kami yakin bahwa dalam penulisan makalah ini masih terdapat banyak kesalhan dan kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran yg membangun sangat kami butuhkan demi kesempurnaan makalah kami berikutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Rahman , Fazlur, Tema Pokok Al-qur’an, (Bandung : Penerbit Pustaka, 1983)

Zar, Sirajuddin, “Konsep Penciptaan Alam dalam Pemikiran Islam, Sains, dan Al-Qur’an, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1997)

Sarwar, H.G., Filsafat L-Qur’an”, (Jakarta : Raja Wali Pers, 1991)

Dr. Muhammad Jamaludin El-Fandy, Dr. Muhammad Jamaludin, Al-Qur’an tentang Alam Semesta, (Jakarta : Bumi Angkasa, 1995),

[1] Fazlur Rahman, Tema Pokok Al-qur’an, (Bandung : Penerbit Pustaka, 1983), hlm 95

[2] Sirajuddin Zar, “Konsep Penciptaan Alam dalam Pemikiran Islam, Sains, dan Al-Qur’an, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1997), hlm 126

[3] Ibid, hlm 128

[4] H.G. Sarwar, Filsafat L-Qur’an”, (Jakarta : Raja Wali Pers, 1991), hlm98

[5] Dr. Muhammad Jamaludin El-Fandy, Al-Qur’an tentang Alam Semesta, (Jakarta : Bumi Angkasa, 1995), hlm 87

[6]Ibid., hlm 80

[7] Ibid., hlm 82

Comments :

0 komentar to “KONSEP AL-QUR’AN TENTANG ALAM”

Posting Komentar