Islam di Amerika dan Keajaiban Bernama 9/11

Sejumlah data yang dikomposisikan oleh Demented Vision (2007) tentang perkembangan jumlah pemeluk agama-agama dunia, menarik untuk dicermati. Data observasi di AS itu menunjukkan perbandingan pertumbuhan penganut Islam dan Kristen di dunia. Lembaga itu mencatat, tahun 1900, jumlah pemeluk Kristen 26,9% dari total penduduk dunia. Sementara pemeluk Islam hanya 12,4%.

Delapan puluh tahun kemudian (1980), angka itu berubah. Penganut Kristen bertambah 3,1% menjadi 30% dan Muslim bertambah 4,1% menjadi 16,5%. Pada pergantian milenium kedua, yaitu tahun 2000, jumlah itu berubah lagi, tetapi terjadi perbedaan yang menarik. Kristen menurun 0,1% menjadi 29,9% dan Muslim naik menjadi 19,2%. Pada tahun 2025, angka itu diproyeksikan akan berubah menjadi, penduduk Kristen 25% (turun 4,9%) dan Muslim akan menjadi 30% (naik pesat 10,8%).

Bila dirata-ratakan, pemeluk Islam bertambah 2,9% per tahun. Pertumbuhan ini lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan jumlah penduduk bumi sendiri yang hanya 2,3% per tahun. Tujuh belas tahun lagi, bila pertumbuhan Islam itu konstan, berarti prediksi itu benar, Islam akan menjadi agama nomor satu terbanyak pemeluknya di dunia, menggeser Kristen menjadi kedua.

World Almanac and Book of Fact mencatat, jumlah total umat Islam sedunia tahun 2004 adalah 1,2 miliar lebih (1.226.403.000) dan tahun 2007 sudah mencapai 1,5 miliar lebih (1.522.813.123 jiwa). Ini berarti, dalam 3 tahun, kaum Muslim mengalami penambahan jumlah sekitar 300 juta orang (sama dengan jumlah umat Islam yang ada di kawasan Asia Tenggara).
Fenomena di Amerika sendiri sangat menarik. Setelah pengeboman World Trade Center pada 11 September 2001 (dikenal dengan 9/11), orang Amerika berbondong-bondong masuk Islam. Pasca-9/11 adalah era pertumbuhan Islam paling cepat yang tidak pernah ada presedennya dalam sejarah AS. Sebanyak 8 juta orang Muslim yang kini ada di AS dan 20.000 orang AS masuk Islam setiap tahun setelah pengeboman itu. Pernyataan syahadat masuk Islam terus terjadi di kota-kota di AS, seperti di New York, Los Angeles, California, Chicago, Dallas, dan Texas.

Atas dasar fakta inilah, ditambah gelombang masuk Islam di Eropa dan beberapa negara lain, beberapa tokoh AS menyatakan kesimpulannya. The Population Reference Bureau USA Today sendiri menyimpulkan, "Moslems are the world fastest growing group." Hillary Rodham Cinton, istri mantan Presiden Clinton, seperti dikutip Los Angeles Times mengatakan, "Islam is the fastest growing religion in America."

Akibat daya magnetis Islam ini, pada 19 April 2007 digelar sebuah konferensi di Middlebury College, Middlebury Vt. yang bertujuan mengantisipasi masa depan Islam di AS. Konferensi bertajuk "Is Islam a Trully American religion?" ini menampilkan Prof. Jane Smith yang banyak menulis buku-buku tentang Islam di Amerika. Konferensi itu sendiri merupakan seri kuliah tentang kaum imigran dan agama di AS. Dari konferensi itu jelas tergambar bagaimana keterbukaan masyarakat AS menerima sebuah gelombang baru yang tak terelakkan, yaitu Islam yang akan menjadi identitas dominan di negara superpower itu.

Anomali 9/11

Peristiwa 9/11 menyimpan misteri tak terduga. Pengeboman itu dikutuk dunia, disebut sebagai biadab dan barbar buah tangan para "teroris Islam". Setelah peristiwa itu, kaum Muslimin di AS, terutama imigran asal Timur Tengah, merasakan getahnya. Mereka mengalami kondisi psikologis yang sangat berat, dicurigai, diteror, diserang, dilecehkan, dan diasosiasikan dengan teroris. Hal yang sama dialami oleh kaum Muslim di Inggris, Prancis, Jerman, dan negara Eropa lainnya.

Pemerintah George W. Bush segera mengetatkan aturan imigrasi dan mengawasi kaum imigran Muslim secara berlebihan. Siaran televisi Fox News Channel, dalam acara mingguan "In Focus" menggelar diskusi dengan mengundang enam orang narasumber bertema "Stop All Muslim Immigration to Protect America and Economy". Acara ini menggambarkan kekhawatiran AS tidak hanya dalam masalah terorisme, tetapi juga ekonomi mengingat pengaruh para pengusaha Arab dan Timur Tengah mulai dominan dan mengendalikan ekonomi AS.

Akan tetapi, rupanya Islam berkembang dengan caranya sendiri. Islam mematahkan "logika akal sehat" manusia modern. Bagaimana mungkin sekelompok orang nekat berbuat biadab membunuh banyak orang tidak berdosa dengan mengatasnamakan Islam. Akan tetapi, tidak lama setelah peristiwa itu, justru ribuan orang berbondong-bondong menyatakan diri masuk Islam dan menemukan kedamaian di dalamnya?

Peristiwa 9/11 telah berfungsi menjadi ikon yang memproduksi arus sejarah yang tidak logis dan mengherankan. Ribuan orang AS dan Eropa masuk Islam, bagaimana arus ini bisa dijelaskan? Sejauh yang saya ketahui, jawabannya "tidak ada" dalam teori-teori gerakan sosial karena fenomena ini sebuah anomali. Maka, gejala ini hanya bisa dijelaskan oleh "teori tangan Tuhan".

Tangan Tuhan dalam bentuk blessing in disguise adalah nyata di balik peristiwa 9/11 dan ini diakui oleh masyarakat Islam AS. Karena peristiwa 9/11 itu dituduhkan pada Islam, berbagai lapisan masyarakat AS justru jadi ingin tahu Islam lebih jauh. Sebagian karena murni semata-mata ingin tahu saja, sebagian lagi mempelajari dengan sebuah pertanyaan, "Bagaimana mungkin dalam zaman modern dan beradab ini agama ‘mengajarkan’ teror, kekerasan, dan melakukan bom bunuh diri dengan ratusan korban tidak berdosa?"

Akan tetapi, kedua keingintahuan itu berbasis pada hal yang sama, ketidaktahuan mereka pada Islam. Sebelumnya, sumber pengetahuan masyarakat Barat (AS dan Eropa) tentang Islam hanya berasal dari media yang menggambarkan Islam tidak lain berupa stereotif buruknya, seperti teroris, tidak beradab, dan kejam terhadap perempuan.

Motivasi menjadi Muslim

Dari banyak wawancara yang dilakukan televisi Amerika, baik di Eropa maupun Timur Tengah terhadap mereka yang masuk Islam atau video-video blog yang banyak menjelaskan motivasi para new converters ini masuk Islam, tergambar konfigurasi latar belakang yang beragam.

Pertama, karena kehidupan mereka yang sebelumnya sekuler, tidak terarah, tidak punya tujuan, hidup hanya untuk money, music, and fun. Pola hidup itu menciptakan kegersangan dan kegelisahan jiwa. Mereka merasakan kekacauan hidup, kekacauan yang tidak mereka temukan pada orang-orang Islam yang mereka kenal. Dalam ingar bingar modernisme dan materi berlimpah, banyak dari mereka yang merasa hampa dan tidak bahagia. Maka, ketika menemukan Islam dari membaca Alquran, buku, atau kehidupan teman Muslimnya, dengan mudah mereka masuk Islam.

Kedua, merasakan ketenangan, kedamaian, dan kebahagiaan yang tidak pernah dirasakannya dalam agama sebelumnya, yaitu Kristen. Dalam Islam mereka merasakan hubungan dengan Tuhan itu langsung dan dekat. Beberapa di antaranya orang Kristen taat, bahkan mereka sebagai church priest mengaku seperti itu ketika diwawancara televisi. Allison dari North Caroline dan Barbara Cartabuka, misalnya, dua di antara 6,5 juta orang AS yang masuk Islam pasca-9/11. Seperti diberitakan oleh Veronica De La Cruz dalam "CNN Headline News", Allison mengaku kalau Islam itu "much more about peace". Sementara Barbara mengaku, tidak pernah merasa sedamai setelah masuk Islam. Barbara sebelumnya beragama Katolik.

Demikian juga yang dirasakan Mr. Idris Taufik ketika diwawancarai televisi Al-Jazeera. Mantan pendeta Katolik di London ini melihat dan merasakan ketenangan batin dalam Islam yang tidak pernah dia rasakan sebelumnya. Ia masuk Islam setelah melancong ke Mesir. Ia kaget melihat orang-orang Islam tidak seperti yang diberitakan di televisi-televisi Barat. Ia mengaku, sebelumnya hanya mengetahui Islam dari media. Ia sering meneteskan air mata ketika menyaksikan kaum Muslim salat dan kini ia merasakan kebahagiaan setelah menjadi Muslim di London.

Ketiga, menemukan kebenaran yang dicarinya. Beberapa konverter mengaku kalau konsep-konsep ajaran Islam lebih rasional atau lebih masuk akal, seperti tentang keesaan Tuhan, kemurnian kitab suci, kebangkitan (resurrection) dan penghapusan dosa (salvation) ketimbang dalam Kristen. Banyak warga AS yang memandang Kristen sebagai agama yang konservatif dalam doktrin-doktrinnya. Eric seorang pemain Cricket di Texas, kota kelahiran George Bush, berkesimpulan seperti itu dan dia memilih Islam. Sebagai pemain cricket Muslim, ia sering salat di pinggir lapang. Di Kristen, katanya, sembahyang harus selalu ke Gereja.

Seorang konverter lain mengaku menemukan kelemahan-kelemahan doktrin Kristen setelah menyaksikan debat terbuka "Apakah Yesus itu Tuhan?" antara Ahmad Deedat, seorang tokoh Islam dari Afrika Selatan dan seorang teolog Kristen. Menurut dia, argumen-argumen Dedaat jauh lebih jelas, kuat, dan memuaskan ketimbang argumen teolog Kristen itu. Menariknya, misi awalnya menonton debat adalah untuk mengetahui Islam karena ia bertekad akan menyebarkan ajaran Kristen kepada kaum Muslim. Yang terjadi sebaliknya, malah ia yang masuk Islam.

Keempat, banyak kaum perempuan AS Muslim berkesimpulan ternyata Islam sangat melindungi dan menghargai perempuan. Dengan kata lain, perempuan dalam Islam dimuliakan dan posisinya sangat dihormati. Walaupun mereka tidak setuju dengan poligami, mereka melihat posisi perempuan sangat dihormati dalam Islam daripada dalam peradaban Barat modern. Seorang konverter perempuan AS bernama Tania merasa, dalam kebebasannya itu dia justru merasa hidupnya kacau dan tidak terarah. Ia bisa melakukan apa saja yang dia mau untuk kesenangan, tetapi yang dirasakan malah sebagai perempuan dia lebih banyak dirugikan dan direndahkan. Setelah mempelajari Islam, awalnya merasa minder setelah mengetahui bagaimana Islam memperlakukan perempuan. "Women in Islam is so honored. This is a nice religion not for people like me!" katanya. Dia masuk Islam setelah mempelajarinya beberapa bulan dari teman Muslimnya.

Perkembangan Islam di dunia Barat sesungguhnya lebih prospektif karena warganya terbiasa berpikir terbuka. Dalam keluarga AS, pemilihan agama dilakukan secara bebas dan independen. Banyak orang tua mendukung anaknya menjadi Muslim, selama itu adalah pilihan bebasnya dan independen. Mereka mudah saja masuk Islam ketika menemukan kebenaran di situ.

Hubungan Islam-Barat

Pesatnya perkembangan Islam di AS, Eropa, dan negara maju lainnya, akan berpengaruh signifikan terhadap hubungan Islam-Barat. Di antaranya, pertama, masyarakat Barat akan lebih dekat dan lebih kenal dengan Islam melalui umat Islam yang ada di Barat sendiri. Mereka akan menjembatani kesalahpahaman yang selalu terjadi terhadap Islam dan kaum Muslimin. Ketidaksukaan masyarakat Barat terhadap Islam lebih karena ketidaktahuan dan ini akan semakin berkurang.

Umat Islam di Barat akan menjadi komunikator yang efektif dan duta-duta yang handal untuk menjelaskan dan memperlihatkan wajah Islam yang sesungguhnya. Melalui mereka, nasib umat Islam di luar Barat akan disuarakan dan penderitaan demi penderitaan negara-negara Muslim akibat dominasi Barat yang kebijakannya sering tidak adil, akan berkurang.

Kedua, akibat dari ajaran Islam yang semakin tersosialisasi di Barat dan suara politik kaum Muslimin semakin kuat, jembatan untuk terciptanya saling pemahaman dan pengertian akan semakin kondusif dan menguat. Islam dan Barat, mudah-mudahan akan masuk ke dalam sebuah babak baru sejarah yang lebih adil dan lebih demokratis. Wallahu`alam!***

Penulis, alumnus Southeast Asian Studies, ANU Canberra. Direktur Lembaga Studi Islam dan Transformasi Masyarakat (LSITT), Bandung.

Comments :

2 komentar to “Islam di Amerika dan Keajaiban Bernama 9/11”
Anonim mengatakan...
on 

izin copy paste......

Fauzan mengatakan...
on 

WOW...
Aku bacanya sampe deg-degan banget...
Hidup Islam...
ALLAHUAKBAR....

Posting Komentar